Latest Post
Tampilkan postingan dengan label Artefak Misterius. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artefak Misterius. Tampilkan semua postingan
Artefak Misterius
Di wilayah Austria yang terpencil, ada sebuah danau yang bernama Toplitz. Namun bukan keindahannya yang membuat danau ini menjadi terkenal, melainkan adanya rumor bahwa harta karun rampasan Nazi masih tersimpan di dasarnya.
Selama menulis mengenai misteri dunia, beberapa kali saya menerima permintaan untuk menulis mengenai misteri harta karun. Sepertinya misteri mengenai harta karun yang tersembunyi telah menarik perhatian sebagian manusia selama berabad-abad. Entahkah itu harta karun bajak laut atau harta karun sisa-sisa peradaban kuno. Kali ini saya memutuskan untuk menulis sedikit mengenainya, dan saya akan memulainya dari harta karun yang disebut Guinness Book World of Record sebagai harta yang berasal dari perampasan terbesar di dunia. Yang saya maksud adalah harta karun Nazi.
Kisahnya dimulai pada suatu pagi di tahun 1945 di wilayah pegunungan Alpen yang terpencil. Saat itu Ida Weisenbacher mendengar suara ketukan di pintu rumahnya. Perempuan Austria berumur 21 tahun itu segera membuka pintu dan menjumpai seorang petugas Nazi sedang berdiri di depan rumahnya.
"Siapkan kereta kudamu," Kata petugas itu. "Kami membutuhkanmu."
Ida segera menyiapkan kereta kudanya dan membawanya ke samping kendaraan militer yang dibawa petugas tersebut. Lalu petugas lain yang telah menunggu di mobil segera mengeluarkan kotak-kotak besar dan memuatnya ke dalam kereta kuda. Setiap kotak itu memiliki tanda berupa kata dan angka yang sama sekali tidak memberikan petunjuk mengenai isinya. Ketika kereta kuda itu sudah diisi penuh, petugas itu memberitahukan Ida untuk berangkat menuju danau Toplitz.
Saat itu barulah Ida mengerti mengapa petugas Nazi itu meminta bantuannya. Jalan menuju danau Toplitz sangat berliku dan tidak bisa dilewati oleh kendaraan-kendaraan militer. Hanya kereta kuda yang bisa melaluinya.
Sesampai di danau, para petugas segera mengeluarkan seluruh kotak misterius tersebut dan membuangnya ke dalam danau. Ida melihat kotak itu satu persatu lenyap dari pandangannya. Hatinya diliputi oleh rasa ingin tahu yang besar mengenai isi kotak itu. Namun ia tidak berani menanyakannya ke petugas tersebut.
Setelah selesai membuang seluruh kotak yang dibawa, petugas nazi itu memerintahkan Ida untuk kembali dan memuat kotak-kotak lain yang belum terbawa. Total dibutuhkan tiga kali perjalanan bolak-balik sampai mereka membuang semua kotak yang dibawa.
Teka-teki harta karun Nazi di danau Toplitz
Di wilayah Austria yang terpencil, ada sebuah danau yang bernama Toplitz. Namun bukan keindahannya yang membuat danau ini menjadi terkenal, melainkan adanya rumor bahwa harta karun rampasan Nazi masih tersimpan di dasarnya.
Selama menulis mengenai misteri dunia, beberapa kali saya menerima permintaan untuk menulis mengenai misteri harta karun. Sepertinya misteri mengenai harta karun yang tersembunyi telah menarik perhatian sebagian manusia selama berabad-abad. Entahkah itu harta karun bajak laut atau harta karun sisa-sisa peradaban kuno. Kali ini saya memutuskan untuk menulis sedikit mengenainya, dan saya akan memulainya dari harta karun yang disebut Guinness Book World of Record sebagai harta yang berasal dari perampasan terbesar di dunia. Yang saya maksud adalah harta karun Nazi.
Kisahnya dimulai pada suatu pagi di tahun 1945 di wilayah pegunungan Alpen yang terpencil. Saat itu Ida Weisenbacher mendengar suara ketukan di pintu rumahnya. Perempuan Austria berumur 21 tahun itu segera membuka pintu dan menjumpai seorang petugas Nazi sedang berdiri di depan rumahnya.
"Siapkan kereta kudamu," Kata petugas itu. "Kami membutuhkanmu."
Ida segera menyiapkan kereta kudanya dan membawanya ke samping kendaraan militer yang dibawa petugas tersebut. Lalu petugas lain yang telah menunggu di mobil segera mengeluarkan kotak-kotak besar dan memuatnya ke dalam kereta kuda. Setiap kotak itu memiliki tanda berupa kata dan angka yang sama sekali tidak memberikan petunjuk mengenai isinya. Ketika kereta kuda itu sudah diisi penuh, petugas itu memberitahukan Ida untuk berangkat menuju danau Toplitz.
Saat itu barulah Ida mengerti mengapa petugas Nazi itu meminta bantuannya. Jalan menuju danau Toplitz sangat berliku dan tidak bisa dilewati oleh kendaraan-kendaraan militer. Hanya kereta kuda yang bisa melaluinya.
Sesampai di danau, para petugas segera mengeluarkan seluruh kotak misterius tersebut dan membuangnya ke dalam danau. Ida melihat kotak itu satu persatu lenyap dari pandangannya. Hatinya diliputi oleh rasa ingin tahu yang besar mengenai isi kotak itu. Namun ia tidak berani menanyakannya ke petugas tersebut.
Setelah selesai membuang seluruh kotak yang dibawa, petugas nazi itu memerintahkan Ida untuk kembali dan memuat kotak-kotak lain yang belum terbawa. Total dibutuhkan tiga kali perjalanan bolak-balik sampai mereka membuang semua kotak yang dibawa.
Label:
Artefak Misterius
Artefak Misterius
Pada tahun 1848, sebuah ekspedisi arkeologi yang sedang melakukan penelitian di Mesir menemukan hierogliph aneh di langit-langit sebuah kuil kuno di Abydos, beberapa ratus mil selatan Kairo. Cetakan contoh hierogliph itu kemudian dibawa ke Eropa dan segera menimbulkan perdebatan yang luar biasa di kalangan Egyptologist. Tidak ada satupun yang dapat menjelaskan arti hierogliph tersebut. Akhirnya, hierogliph tersebut dianggap hanya sebagai ukiran objek-objek aneh tak dikenal. Puluhan tahun kemudian, hierogliph tersebut kembali muncul ke permukaan, kali ini beberapa orang mengenali ukiran Hierogliph tersebut sebagai helikopter, pesawat dan kapal selam, objek-objek yang tercipta pada abad ke-20.
Ukiran Helikopter di dinding kuil Abydos ?
Pada tahun 1848, sebuah ekspedisi arkeologi yang sedang melakukan penelitian di Mesir menemukan hierogliph aneh di langit-langit sebuah kuil kuno di Abydos, beberapa ratus mil selatan Kairo. Cetakan contoh hierogliph itu kemudian dibawa ke Eropa dan segera menimbulkan perdebatan yang luar biasa di kalangan Egyptologist. Tidak ada satupun yang dapat menjelaskan arti hierogliph tersebut. Akhirnya, hierogliph tersebut dianggap hanya sebagai ukiran objek-objek aneh tak dikenal. Puluhan tahun kemudian, hierogliph tersebut kembali muncul ke permukaan, kali ini beberapa orang mengenali ukiran Hierogliph tersebut sebagai helikopter, pesawat dan kapal selam, objek-objek yang tercipta pada abad ke-20.
Saya percaya sebagian besar dari kalian yang membaca tulisan ini sudah pernah melihat foto yang termashyur ini dan akan menganggap tulisan ini basi. Namun ternyata ada sebagian orang yang belum atau mungkin hanya sedikit mengetahui kisah ini dan meminta saya menulisnya. Jadi yang sudah tahu harus mengalah dengan mereka yang belum tahu.
Nah, saya akan memulai cerita saya. Pada tahun 1990an, para turis yang mengunjungi kuil di Abydos memotret kembali langit-langit kuil itu dan foto-foto yang diambil mulai muncul di internet, membangkitkan kembali perdebatan mengenai makna hierogliph tersebut..
Helikopter yang tergambar di langit-langit kuil tersebut memiliki baling-baling, kokpit dan ekor, persis seperti helikopter modern. Sedangkan dua ukiran lain sepertinya menunjukan gambar kapal selam dan pesawat.
Nah, saya akan memulai cerita saya. Pada tahun 1990an, para turis yang mengunjungi kuil di Abydos memotret kembali langit-langit kuil itu dan foto-foto yang diambil mulai muncul di internet, membangkitkan kembali perdebatan mengenai makna hierogliph tersebut..
Helikopter yang tergambar di langit-langit kuil tersebut memiliki baling-baling, kokpit dan ekor, persis seperti helikopter modern. Sedangkan dua ukiran lain sepertinya menunjukan gambar kapal selam dan pesawat.
Label:
Artefak Misterius
Artefak Misterius
Kita sering mendengar mengenai legenda bajak laut dan harta karunnya yang tersembunyi. Tapi mungkin banyak yang belum pernah mendengar bahwa ada harta bajak laut yang dihubungkan dengan perkumpulan freemason. Ini adalah kisah bajak laut bermata satu, Olivier Levasseur.
Olivier Levasseur lahir di Calais, Perancis, sekitar tahun 1688 - 1690. Nama aliasnya adalah Le Buse atau La Bouche (elang). Julukan ini diperolehnya karena kecepatannya dalam menyerang musuh. Kita mungkin mengira bahwa bajak laut adalah mereka yang berasal dari kaum berandalan, namun tidak demikian dengan Levasseur. Ia lahir dari kalangan borjuis dan berada. Ia bahkan pernah mendapatkan pendidikan yang baik hingga akhirnya menjadi anggota pasukan angkatan laut Perancis.
Petualangannya dimulai ketika terjadi perang Spanish Succession tahun 1701-1714. Levasseur ditugaskan untuk bertempur di dalam perang ini. Ketika perang berakhir, ia dipanggil pulang oleh pemerintah Perancis. Namun ia menolak dan malah bergabung dengan bajak laut Benjamin Hornigold tahun 1716. Akibat perang yang dijalaninya, Olivier membawa sebuah bekas luka di dekat matanya yang membuat pandangannya menjadi lebih terbatas.
Setelah satu tahun melakukan berbagai pembajakan, perkumpulan Hornigold terpecah. Olivier berpisah dan mencoba peruntungannya di pantai barat Afrika. Pada tahun 1719, ia bekerja sama dengan bajak laut Howell Davis dan Thomas Cocklyn.
Pada tahun 1720, mereka menyerang pelabuhan Ouidah di pantai benin dan berhasil menghancurkan benteng-benteng disana. Pada tahun yang sama ia mengalami karam kapal di laut merah dan terdampar di pulau Anjouan, salah satu pulau di Comoro. Saat itu, satu matanya sudah benar-benar menjadi buta dan ia memutuskan untuk memakai penutup mata.
Pada tahun 1721, ia membangun markasnya di pulau Saint Mary, di dekat pantai Madagaskar. Bersama John Taylor dan Edward England, mereka berhasil melakukan beberapa pembajakan yang berhasil. Hasil pertama mereka adalah saat mereka berhasil membajak kapal Laccadives dan berhasil mendapatkan harta senilai 75.000 pound (sekitar 10,35 juta pound saat ini).
Kemudian, kesuksesan mereka yang terbesar datang ketika mereka berhasil menaklukkan kapal portugis Nossa Senhora do Cabo (The Virgin of the Cape) yang penuh dengan harta milik uskup Goa yang juga ada di atas kapal. Harta yang didapat antara lain batangan emas dan perak, lusinan kotak penuh dengan koin golden guineas, berlian, mutiara, batu rubi, sutra dan objek-objek religius dari katedral Saint Catarina di Goa, termasuk Flaming Cross of Goa yang terbuat dari emas murni. Total harta ini diperkirakan bernilai 100 juta poundsterling pada tahun 1968.
Namun petualangan Levasseur berakhir ketika ia ditangkap dan digantung pada tanggal 7 Juli 1730 di pulau Bourbon. Dan dari sinilah legenda mengenai harta yang hilang mulai berkembang.
Legenda mengatakan bahwa ketika ia berdiri di tiang gantungan dengan sepotong kain hitam menutupi matanya, ia mengenakan sebuah kalung yang berisi 17 baris pesan rahasia. Ia melemparkannya ke tengah kerumunan massa yang menyaksikannya dan berteriak,"Temukan hartaku bagi kalian yang bisa mengartikannya!"
Teka-teki harta karun Olivier Levasseur yang hilang
Kita sering mendengar mengenai legenda bajak laut dan harta karunnya yang tersembunyi. Tapi mungkin banyak yang belum pernah mendengar bahwa ada harta bajak laut yang dihubungkan dengan perkumpulan freemason. Ini adalah kisah bajak laut bermata satu, Olivier Levasseur.
Olivier Levasseur lahir di Calais, Perancis, sekitar tahun 1688 - 1690. Nama aliasnya adalah Le Buse atau La Bouche (elang). Julukan ini diperolehnya karena kecepatannya dalam menyerang musuh. Kita mungkin mengira bahwa bajak laut adalah mereka yang berasal dari kaum berandalan, namun tidak demikian dengan Levasseur. Ia lahir dari kalangan borjuis dan berada. Ia bahkan pernah mendapatkan pendidikan yang baik hingga akhirnya menjadi anggota pasukan angkatan laut Perancis.
Petualangannya dimulai ketika terjadi perang Spanish Succession tahun 1701-1714. Levasseur ditugaskan untuk bertempur di dalam perang ini. Ketika perang berakhir, ia dipanggil pulang oleh pemerintah Perancis. Namun ia menolak dan malah bergabung dengan bajak laut Benjamin Hornigold tahun 1716. Akibat perang yang dijalaninya, Olivier membawa sebuah bekas luka di dekat matanya yang membuat pandangannya menjadi lebih terbatas.
Setelah satu tahun melakukan berbagai pembajakan, perkumpulan Hornigold terpecah. Olivier berpisah dan mencoba peruntungannya di pantai barat Afrika. Pada tahun 1719, ia bekerja sama dengan bajak laut Howell Davis dan Thomas Cocklyn.
Pada tahun 1720, mereka menyerang pelabuhan Ouidah di pantai benin dan berhasil menghancurkan benteng-benteng disana. Pada tahun yang sama ia mengalami karam kapal di laut merah dan terdampar di pulau Anjouan, salah satu pulau di Comoro. Saat itu, satu matanya sudah benar-benar menjadi buta dan ia memutuskan untuk memakai penutup mata.
Pada tahun 1721, ia membangun markasnya di pulau Saint Mary, di dekat pantai Madagaskar. Bersama John Taylor dan Edward England, mereka berhasil melakukan beberapa pembajakan yang berhasil. Hasil pertama mereka adalah saat mereka berhasil membajak kapal Laccadives dan berhasil mendapatkan harta senilai 75.000 pound (sekitar 10,35 juta pound saat ini).
Kemudian, kesuksesan mereka yang terbesar datang ketika mereka berhasil menaklukkan kapal portugis Nossa Senhora do Cabo (The Virgin of the Cape) yang penuh dengan harta milik uskup Goa yang juga ada di atas kapal. Harta yang didapat antara lain batangan emas dan perak, lusinan kotak penuh dengan koin golden guineas, berlian, mutiara, batu rubi, sutra dan objek-objek religius dari katedral Saint Catarina di Goa, termasuk Flaming Cross of Goa yang terbuat dari emas murni. Total harta ini diperkirakan bernilai 100 juta poundsterling pada tahun 1968.
Namun petualangan Levasseur berakhir ketika ia ditangkap dan digantung pada tanggal 7 Juli 1730 di pulau Bourbon. Dan dari sinilah legenda mengenai harta yang hilang mulai berkembang.
Legenda mengatakan bahwa ketika ia berdiri di tiang gantungan dengan sepotong kain hitam menutupi matanya, ia mengenakan sebuah kalung yang berisi 17 baris pesan rahasia. Ia melemparkannya ke tengah kerumunan massa yang menyaksikannya dan berteriak,"Temukan hartaku bagi kalian yang bisa mengartikannya!"
Label:
Artefak Misterius
Artefak Misterius
Pilar besi Delhi - Tidak rusak setelah 1.600 tahun
Berdiri di halaman kompleks mesjid Quwwatul, India, pilar besi Delhi yang dibuat pada abad ke-4 adalah salah satu monumen paling misterius yang ada di India. Lebih dari 1.600 tahun setelah berdirinya, pilar besi ini tidak rusak dimakan waktu.
Label:
Artefak Misterius
Artefak Misterius
Ketika manusia melihat burung yang sedang terbang, pikiran mereka pun melayang dan mulai mencari cara untuk bisa terbang seperti itu. Proses berpikir ini mungkin telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu. Tetapi benarkah mereka yang hidup ribuan tahun yang lalu telah menemukan cara untuk membuat pesawat yang bisa membawa mereka terbang?
Ini adalah pertanyaan lainnya dari seorang pembaca mengenai sebuah "Ooparts" dari Mesir.
Tentu saja kita membutuhkan alat untuk bisa terbang seperti burung. Menurut sejarah yang kita ketahui, tahun 1783 adalah tahun pertama manusia bisa mengangkasa ketika dua orang Perancis, de Rozier dan d'Arlandes berhasil terbang dengan balon udara di atas kota Paris.
Lalu, teknologi kita mengalami lompatan ketika kita bukan hanya bisa melayang, melainkan benar-benar melaju terbang dengan kecepatan tinggi. Ini terjadi ketika Wright bersaudara menciptakan pesawat terbang dan berhasil terbang dengan selamat di atas Kitty Hawk pada tahun 1903.
Impian manusia untuk bisa terbang seperti burung akhirnya menjadi kenyataan.
Namun, mungkin sejarah kita tidak seperti yang kita ketahui selama ini. Sebagian orang sejak lama percaya kalau teknologi yang kita miliki sekarang sebenarnya tidak lebih hebat daripada teknologi nenek moyang kita, termasuk dalam hal Aerodinamika. Penemuan sebuah artefak di Mesir ini diklaim sebagai buktinya.
Pada tahun 1898, sebuah artefak kuno terbuat dari kayu sycamore ditemukan di sebuah makam di Saqqara, Mesir. Artefak ini diperkirakan berasal dari tahun 200 SM. Tetapi, apa yang menarik dari objek ini adalah kenyataan kalau ia memiliki bentuk seperti sebuah pesawat terbang atau pesawat layang.
Panjang objek ini sekitar 15 cm dengan rentang sayap 18 cm. Ia bahkan memiliki ekor seperti sebuah pesawat.
Ketika ditemukan, artefak ini kemudian dikatalogkan sebagai model seekor burung dan dibiarkan berdebu di ruang bawah tanah museum Kairo hingga tahun 1969 ketika ditemukan oleh Dr. Khalil Messiha. Copy artefak itu kemudian dipajang di Museum Kairo dan menarik perhatian para peneliti. Sejak itu, beberapa artefak serupa juga ditemukan kembali. Penemuan ini dianggap penting oleh pemerintah Mesir sehingga mereka membuat sebuah komite untuk menelitinya lebih lanjut.
Karena karakteristiknya yang berbentuk seperti itu, artefak ini kemudian disebut sebagai Saqqara Bird atau Saqqara Glider.
Pada tahun 1991, Dr.Messiha menerbitkan sebuah makalah berjudul "African Experimental Aeronautic: A 2.000 Years Old Model Glider" yang berisikan teorinya mengenai Saqqara Bird. Ia percaya kalau artefak ini adalah sebuah bukti yang tidak terbantahkan kalau bangsa Mesir Kuno telah memiliki teknologi aerodinamika.
Teori Dr.Messiha cukup menarik untuk disimak karena teori ini mendukung anggapan kalau pada masa lampau nenek moyang kita sesungguhnya telah memiliki teknologi yang cukup tinggi.
Kalau begitu, mungkinkah Saqqara Bird menunjukkan kalau bangsa Mesir kuno yang hidup ribuan tahun yang lalu telah memiliki teknologi aerodinamika seperti yang kita miliki di masa modern ini?
Menurut pendapat saya tidak.
Saya tidak mengatakan kalau bangsa Mesir kuno tidak memiliki teknologi tinggi. Yang ingin saya katakan adalah mendasarkan argumen tersebut dengan menggunakan Saqqara Bird adalah argumen yang cukup lemah.
Mari kita melihat artefak ini dengan pandangan yang lebih kritis.
Pertama, kita harus mengetahui kalau apa yang dipajang di Museum Kairo adalah sebuah replika dari artefak yang sebenarnya. Namun replika ini dibuat dengan akurasi tinggi sehingga boleh dibilang mencerminkan karakteristik artefak yang asli.
Jika melihat foto di atas, mungkin kalian akan percaya kalau artefak itu adalah sebuah model pesawat terbang karena kemiripannya yang luar biasa.
Tetapi tunggu dulu, saya akan mengajak kalian untuk melihat sisi yang lain dari artefak ini.
Jika kita hanya melihat kepada foto artefak ini dari satu sisi, maka kita akan dibuat percaya kalau artefak ini adalah sebuah model pesawat.
Sekarang coba lihat dari samping.
Lalu dari depan.
Apakah masih terlihat seperti pesawat bagi kalian?
Sayangnya, beberapa website memang hanya menampilkan foto artefak ini dari belakang sehingga menimbulkan kesan kalau artefak ini adalah sebuah model pesawat. Namun, ketika kita melihat adanya sepasang mata di kepalanya, kita akan segera teringat dengan seekor burung, bukan sebuah pesawat. Bahkan kalian bisa melihat paruhnya.
Jadi, kita tidak bisa menyalahkan para arkeolog ketika mereka menyebutnya sebagai "burung Saqqara".
Menurut para arkeolog, artefak ini sesungguhnya adalah model seekor burung Falcon. Burung ini memang biasa digunakan untuk mewakili beberapa dewa penting di Mesir seperti Horus dan Ra.
Namun, Dr.Messiha menolak anggapan kalau artefak itu adalah seekor burung karena menurutnya artefak tersebut tidak memiliki sepasang kaki dan ekor vertikal seperti itu.
Dr.Messiha lupa kalau artefak inipun tidak mencerminkan sebuah pesawat. Untuk bisa terbang, sebuah pesawat membutuhkan Tailplane (ekor melintang pada pesawat). Pada Saqqara Bird, Tailplane tidak ditemukan. Lagipula, saya juga tidak melihat adanya roda pesawat pada artefak itu.
Namun, Dr.Messiha tetap pada pendiriannya dengan menganggap kalau pada awal desainnya, artefak itu memiliki tailplane yang karena suatu sebab hilang entah kemana. Jadi, ia berusaha membuktikannya dengan menciptakan sebuah replika pesawat mirip dengan Saqqara Bird yang besarnya 6 kali model itu untuk diterbangkan. Kali ini, ia menambahkan tailplane untuk membuktikan teorinya.
"Bahkan setelah Tailplane ditambahkan, kinerja Replika itu sangat mengecewakan" Kata Martin.
Martin menyimpulkan kalau Saqqara Bird mungkin hanyalah sebuah mainan anak-anak atau indikator angin, yang tentu saja bukan merupakan bukti kehebatan teknologi Mesir kuno.
Pada tahun 2006, History Channel juga pernah membuat sebuah dokumenter mengenai Saqqara Bird dimana mereka meminta pendapat seorang ahli aerodinamika bernama Simon Sanderson yang segera membuat replika Saqqara Bird dengan ukuran 5 kali lebih besar dari ukuran aslinya.
Sanderson kemudian mengujinya dalam sebuah simulator dan menemukan kalau Saqqara Bird memang bisa terbang dalam kondisi tertentu, namun ia membutuhkan rudder samping untuk terbang dengan benar.
Hasil eksperimen Sanderson cukup meneguhkan pendapat Martin Gregorie.
Jadi, dengan demikian kita bisa menyimpulkan kalau Saqqara Bird kemungkinan besar benar-benar model seekor burung.
Lagipula jika benar-benar bangsa Mesir kuno memiliki teknologi penerbangan, mengapa hal itu tidak tertulis di dalam catatan-catatan kuno mereka atau catatan kuno bangsa lain seperti Yunani?
Walaupun replika burung yang dibuat Dr.Messiha (yang kebetulan dibuat dari kayu Balsa - kayu paling ringan di dunia) bisa terbang, apakah itu membuktikan kalau bangsa Mesir kuno punya teknologi pesawat terbang? Bisa saja itu cuma membuktikan kalau bangsa Mesir adalah pembuat mainan yang hebat.
Jika Dr.Messiha bisa mempercayai kalau artefak itu adalah model sebuah pesawat terbang yang tidak sempurna, mengapa ia tidak bisa mempercayai kalau artefak itu adalah model seekor burung yang tidak sempurna?
(wikipedia, ancientalientblog.com)
Saqqara Bird - Bukti teknologi pesawat di masa lampau?
Ketika manusia melihat burung yang sedang terbang, pikiran mereka pun melayang dan mulai mencari cara untuk bisa terbang seperti itu. Proses berpikir ini mungkin telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu. Tetapi benarkah mereka yang hidup ribuan tahun yang lalu telah menemukan cara untuk membuat pesawat yang bisa membawa mereka terbang?
Ini adalah pertanyaan lainnya dari seorang pembaca mengenai sebuah "Ooparts" dari Mesir.
Tentu saja kita membutuhkan alat untuk bisa terbang seperti burung. Menurut sejarah yang kita ketahui, tahun 1783 adalah tahun pertama manusia bisa mengangkasa ketika dua orang Perancis, de Rozier dan d'Arlandes berhasil terbang dengan balon udara di atas kota Paris.
Lalu, teknologi kita mengalami lompatan ketika kita bukan hanya bisa melayang, melainkan benar-benar melaju terbang dengan kecepatan tinggi. Ini terjadi ketika Wright bersaudara menciptakan pesawat terbang dan berhasil terbang dengan selamat di atas Kitty Hawk pada tahun 1903.
Impian manusia untuk bisa terbang seperti burung akhirnya menjadi kenyataan.
Namun, mungkin sejarah kita tidak seperti yang kita ketahui selama ini. Sebagian orang sejak lama percaya kalau teknologi yang kita miliki sekarang sebenarnya tidak lebih hebat daripada teknologi nenek moyang kita, termasuk dalam hal Aerodinamika. Penemuan sebuah artefak di Mesir ini diklaim sebagai buktinya.
Pada tahun 1898, sebuah artefak kuno terbuat dari kayu sycamore ditemukan di sebuah makam di Saqqara, Mesir. Artefak ini diperkirakan berasal dari tahun 200 SM. Tetapi, apa yang menarik dari objek ini adalah kenyataan kalau ia memiliki bentuk seperti sebuah pesawat terbang atau pesawat layang.
Panjang objek ini sekitar 15 cm dengan rentang sayap 18 cm. Ia bahkan memiliki ekor seperti sebuah pesawat.
Ketika ditemukan, artefak ini kemudian dikatalogkan sebagai model seekor burung dan dibiarkan berdebu di ruang bawah tanah museum Kairo hingga tahun 1969 ketika ditemukan oleh Dr. Khalil Messiha. Copy artefak itu kemudian dipajang di Museum Kairo dan menarik perhatian para peneliti. Sejak itu, beberapa artefak serupa juga ditemukan kembali. Penemuan ini dianggap penting oleh pemerintah Mesir sehingga mereka membuat sebuah komite untuk menelitinya lebih lanjut.
Karena karakteristiknya yang berbentuk seperti itu, artefak ini kemudian disebut sebagai Saqqara Bird atau Saqqara Glider.
Pada tahun 1991, Dr.Messiha menerbitkan sebuah makalah berjudul "African Experimental Aeronautic: A 2.000 Years Old Model Glider" yang berisikan teorinya mengenai Saqqara Bird. Ia percaya kalau artefak ini adalah sebuah bukti yang tidak terbantahkan kalau bangsa Mesir Kuno telah memiliki teknologi aerodinamika.
Teori Dr.Messiha cukup menarik untuk disimak karena teori ini mendukung anggapan kalau pada masa lampau nenek moyang kita sesungguhnya telah memiliki teknologi yang cukup tinggi.
Kalau begitu, mungkinkah Saqqara Bird menunjukkan kalau bangsa Mesir kuno yang hidup ribuan tahun yang lalu telah memiliki teknologi aerodinamika seperti yang kita miliki di masa modern ini?
Menurut pendapat saya tidak.
Saya tidak mengatakan kalau bangsa Mesir kuno tidak memiliki teknologi tinggi. Yang ingin saya katakan adalah mendasarkan argumen tersebut dengan menggunakan Saqqara Bird adalah argumen yang cukup lemah.
Mari kita melihat artefak ini dengan pandangan yang lebih kritis.
Pertama, kita harus mengetahui kalau apa yang dipajang di Museum Kairo adalah sebuah replika dari artefak yang sebenarnya. Namun replika ini dibuat dengan akurasi tinggi sehingga boleh dibilang mencerminkan karakteristik artefak yang asli.
Jika melihat foto di atas, mungkin kalian akan percaya kalau artefak itu adalah sebuah model pesawat terbang karena kemiripannya yang luar biasa.
Tetapi tunggu dulu, saya akan mengajak kalian untuk melihat sisi yang lain dari artefak ini.
Jika kita hanya melihat kepada foto artefak ini dari satu sisi, maka kita akan dibuat percaya kalau artefak ini adalah sebuah model pesawat.
Sekarang coba lihat dari samping.
Lalu dari depan.
Apakah masih terlihat seperti pesawat bagi kalian?
Sayangnya, beberapa website memang hanya menampilkan foto artefak ini dari belakang sehingga menimbulkan kesan kalau artefak ini adalah sebuah model pesawat. Namun, ketika kita melihat adanya sepasang mata di kepalanya, kita akan segera teringat dengan seekor burung, bukan sebuah pesawat. Bahkan kalian bisa melihat paruhnya.
Jadi, kita tidak bisa menyalahkan para arkeolog ketika mereka menyebutnya sebagai "burung Saqqara".
Menurut para arkeolog, artefak ini sesungguhnya adalah model seekor burung Falcon. Burung ini memang biasa digunakan untuk mewakili beberapa dewa penting di Mesir seperti Horus dan Ra.
Namun, Dr.Messiha menolak anggapan kalau artefak itu adalah seekor burung karena menurutnya artefak tersebut tidak memiliki sepasang kaki dan ekor vertikal seperti itu.
Dr.Messiha lupa kalau artefak inipun tidak mencerminkan sebuah pesawat. Untuk bisa terbang, sebuah pesawat membutuhkan Tailplane (ekor melintang pada pesawat). Pada Saqqara Bird, Tailplane tidak ditemukan. Lagipula, saya juga tidak melihat adanya roda pesawat pada artefak itu.
Namun, Dr.Messiha tetap pada pendiriannya dengan menganggap kalau pada awal desainnya, artefak itu memiliki tailplane yang karena suatu sebab hilang entah kemana. Jadi, ia berusaha membuktikannya dengan menciptakan sebuah replika pesawat mirip dengan Saqqara Bird yang besarnya 6 kali model itu untuk diterbangkan. Kali ini, ia menambahkan tailplane untuk membuktikan teorinya.
"Saya sudah membuat sebuah model serupa dari kayu Balsa dan menambahkan Tailplane (yang saya anggap telah hilang) dan saya tidak terkejut ketika menemukan replika itu bisa melayang di udara hingga beberapa yard ketika dilempar dengan tangan"Percobaan ini mungkin meneguhkan teorinya, namun, klaim Dr.Messiha ini dibantah oleh seorang desainer glider (pesawat layang) bernama Martin Gregorie yang membuat model yang sama, juga dari kayu Balsa. Menurut Martin, Saqqara Bird jelas tidak akan bisa stabil tanpa adanya Tailplane.
"Bahkan setelah Tailplane ditambahkan, kinerja Replika itu sangat mengecewakan" Kata Martin.
Martin menyimpulkan kalau Saqqara Bird mungkin hanyalah sebuah mainan anak-anak atau indikator angin, yang tentu saja bukan merupakan bukti kehebatan teknologi Mesir kuno.
Pada tahun 2006, History Channel juga pernah membuat sebuah dokumenter mengenai Saqqara Bird dimana mereka meminta pendapat seorang ahli aerodinamika bernama Simon Sanderson yang segera membuat replika Saqqara Bird dengan ukuran 5 kali lebih besar dari ukuran aslinya.
Sanderson kemudian mengujinya dalam sebuah simulator dan menemukan kalau Saqqara Bird memang bisa terbang dalam kondisi tertentu, namun ia membutuhkan rudder samping untuk terbang dengan benar.
Hasil eksperimen Sanderson cukup meneguhkan pendapat Martin Gregorie.
Jadi, dengan demikian kita bisa menyimpulkan kalau Saqqara Bird kemungkinan besar benar-benar model seekor burung.
Lagipula jika benar-benar bangsa Mesir kuno memiliki teknologi penerbangan, mengapa hal itu tidak tertulis di dalam catatan-catatan kuno mereka atau catatan kuno bangsa lain seperti Yunani?
Walaupun replika burung yang dibuat Dr.Messiha (yang kebetulan dibuat dari kayu Balsa - kayu paling ringan di dunia) bisa terbang, apakah itu membuktikan kalau bangsa Mesir kuno punya teknologi pesawat terbang? Bisa saja itu cuma membuktikan kalau bangsa Mesir adalah pembuat mainan yang hebat.
Jika Dr.Messiha bisa mempercayai kalau artefak itu adalah model sebuah pesawat terbang yang tidak sempurna, mengapa ia tidak bisa mempercayai kalau artefak itu adalah model seekor burung yang tidak sempurna?
(wikipedia, ancientalientblog.com)
Label:
Artefak Misterius